“Mencari yg haram saja susah
apalagi cari yg halal”
Ungkapan di atas seolah telah
menjadi legalitas utk mencari harta dgn cara-cara yg tdk halal.
Begitulah sebagian kenyataan yg terjadi di tengah masyarakat. Khususnya, dalam urusan mencari
rezeki, hanya sedikit yg mau peduli dgn rambu-rambu syari’at.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah mengabarkan perilaku semacam ini sebagaimana tersebut dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيَأْتِيَنَّ
عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ
حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Akan datang sesuatu masa pd
umat manusia, mereka tdk lagi peduli dgn cara utk mendapatkan harta, apakah
melalui cara yg halal ataukah dgn cara yg haram“. [HR Bukhari].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga telah menyampaikan ancaman terhadap orang-orang yg memakan harta yg
haram. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Sesungguhnya tdk akan masuk
surga daging yg tumbuh dari harta yg haram. Neraka lbh pantas untuknya“.
[HR Ahmad & Ad Darimi].
Di dalam Al Qur’an, Allah marah
terhadap orang-orang Yahudi, karena sifat mereka yg
suka memakan harta haram. Allah berfirman:
سَمَّاعُونَ
لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
“Mereka itu adl orang-orang yg
suka mendengar berita bohong, (lagi) byk memakan yg haram“. [Al Maidah:42].
Al Qurthubi, dalam tafsirnya
menyebutkan, bahwa salah satu bentuk memakan yg haram adl menerima suap.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sangat menekankan agar umatnya mencari harta yg halal. Pasalnya, ada 2
pertanyaan yg terarah berkaitan dgn harta itu, tentang asal harta &
bagaimana membelanjakannya. Dalam hadits Abu Barzah Al Aslami Radhiyallahu
‘anhu, beliau bersabda:
لَا
تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ
عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ
أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا وَضَعَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيهِ
“Tidak akan bergeser tapak kaki
seorang hamba pd hari Kiamat, sampai ia ditanya tentang 4 perkara. (Yaitu):
tentang umurnya utk apa ia habiskan, tentang jasadnya utk apa ia gunakan,
tentang hartanya darimana ia mendapatkannya & kemanakah ia meletakkannya,
& tentang ilmunya, apakah yg telah ia amalkan“. [HR At Tirmidzi &
Ad Darimi].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menjelaskan kpd kita dalam byk hadits, urgensi mencari rezeki yg
halal ini. Dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda (artinya): Tidak ada satu pun
amalan yg mendekatkan kalian ke surga, melainkan telah aku perintahkan kalian
kepadanya. Dan tdk ada satu pun amalan yg mendekatkan kalian ke neraka,
melainkan aku telah melarang kalian darinya. Janganlah kalian menganggap rezeki
kalian terhambat. Sesungguhnya, Malaikat Jibril telah mewahyukan ke dalam hati
sanubariku, bahwa tdk ada seorang pun meninggalkan dunia ini, melainkan setelah
sempurna rezekinya. Bertakwalah kamu kpd Allah, wahai sekalian manusia. Carilah
rezeki dgn cara yg baik. Jika ada yg merasa rezekinya terhambat, maka janganlah
ia mencari rezki dgn berbuat maksiat, karena karunia Allah tidaklah di dpt dgn
perbuatan maksiat. [HR Al Hakim & selainnya].
Demikian pula hadits Jabir
Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda:
لاَ
تَسْتَبْطِئُوْاالرِّزْقَ, فَإِنَّهُ لَنْ يَمُوْتَ العَبْدُ حَتَّى يَبْلُغَ
آخِرَ رِزْقٍ هُوَ لَهُ, فَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ, أَخْذِ الحَلاَلِ وَ تَرْكِ
الحَرَامِ
“Janganlah menganggap rezki
kalian lambat turun. Sesungguhnya, tdk ada seorang pun meninggalkan dunia ini,
melainkan setelah sempurna rezkinya. Carilah rezki dgn cara yg baik (dengan)
mengambil yg halal & meninggalkan perkara yg haram“.
Hadits-hadits di atas memerintahkan
kita agar memeriksa setiap rezeki yg telah kita peroleh. Kita harus
bersiap diri dgn 2 pertanyaan, darimana harta itu diperoleh & kemana
dibelanjakan? Oleh karena itu, kita mesti mengambil yg halal &
menyingkirkan yg haram. Bahkan harta yg mengandung syubhat, hendaknya juga kita
jauhi.
Dalam sebuah hadits dari An Nu’man
bin Basyir Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah menyatakan:
إِنَّ
الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا
يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ
لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ
“Sesungguhnya yg halal itu jelas
& yg haram juga jelas. Diantara keduanya ada perkara-perkara syubhat yg tdk
diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yg menjaga diri dari
perkara syubhat, berarti ia telah menyelamatkan agama & kehormatannya. Dan
barangsiapa terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia akan terjerumus kpd
perkara haram“. [Muttafaqun ‘alaihi].
Rasulullah Shalallalhu ‘alaihi wa
sallam & para sahabat telah mencontohkan prinsip penting tersebut secara
langsung. Betapa ketatnya mereka dalam memperhatikan urusan rezeki ini. Mereka
selalu memastikan dgn sungguh-sungguh, apakah rezeki yg mereka peroleh itu
halal lagi baik, ataukah haram.
Dalam sebuah hadits dari Anas bin
Malik Radhiayallahu ‘anhu diceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mendapat kurma di jalan. Maka Beliau bersabda:
لَوْلَا
أَنْ تَكُونَ مِنْ صَدَقَةٍ لَأَكَلْتُهَا
“Andaikata saya tdk khawatir
kurma itu dari harta sedekah, niscaya saya makan“. [Muttafaqun ‘alaihi]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah, bahwa Beliau Shallallahu ‘alaiohi wa sallam
bersabda:
إِنِّي
لَأَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِي فَأَجِدُ التَّمْرَةَ سَاقِطَةً عَلَى فِرَاشِي
فَأَرْفَعُهَا لِآكُلَهَا ثُمَّ أَخْشَى أَنْ تَكُونَ صَدَقَةً فَأُلْقِيهَا
“Saat aku pulang ke rumah, aku
dapati sebutir kurma jatuh di atas tempat tidurku. Kemudian kurma itu kuambil
utk kumakan. Namun aku khawatir kurma itu adl kurma sedekah (zakat), maka aku pun membuangnya.
Masih dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu , ia berkata: Al Hasan bin Ali Radhiyallahu ‘anhum mengambil sebiji kurma
dari harta zakat, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: “Cih, cih!” yaitu mengeluarkan & membuangnya.
Kemudian Beliau berkata:
أَمَا
شَعَرْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ
“Tidakkah engkau tahu bahwa kita
tdk boleh memakan harta zakat?“.
Diriwayatkan dari Abul Hauraa’,
bahwa ia bertanya kpd Al Hasan Radhiyallahu ‘anhuma : “Adakah sesuatu yg engkau
ingat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Al Hasan menjawab,”Aku
masih ingat, (yaitu) ketika aku mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu
aku masukkan ke dalam mulutku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengeluarkan kurma itu beserta saripatinya, lalu mengembalikannya ke tempat
semula. Ada yg berkata: ‘Wahai, Rasulullah. Tidaklah mengapa kurma itu dimakan
oleh bocah kecil ini?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
‘Sesungguhnya, keluarga Muhammad tdk halal memakan harta zakat’.”
Ini merupakan sikap wara’,
menghindari sesuatu yg masih meragukan statusnya. Dan coba lihat, bagaimana
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendidik cucu Beliau, Al Hasan agar
tdk memakan dari harta yg haram. Begitu pula para sahabat.
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bercerita,
bahwa Abu Bakar memiliki budak yg ditugaskan harus membawa bekal untuknya
setiap hari. Dan Abu Bakar selalu makan dari bekal itu. Pada sesuatu hari,
budak itu datang membawa makanan. Maka Abu Bakar menyantapnya. Kemudian budak
itu bertanya: “Tahukah tuan, darimana makanan itu?” Abu Bakar
balik bertanya,”Mengapa?” Budak itu berkata,”Pada masa jahiliyah dahulu, aku
pernah berlagak menjadi dukun utk mengobati seseorang, padahal aku tdk mengerti
perdukunan, hanya semata-mata utk menipunya. Lalu ia bertemu lagi denganku
& memberiku makanan yg engkau makan itu,” Maka spontan Abu Bakar memasukkan
jarinya ke dalam mulut & mengorek-ngoreknya sehingga memuntahkan semua isi
perutnya”. [HR Bukhari].
Syariat juga memperhatikan hal-hal
semacam ini, yaitu anjuran meninggalkan sesuatu yg masih diragukan status
kehalalannya demi menjaga diri dari perkara haram.
Diriwayatkan dari ‘Adi bin Hatim
Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda kepadaku:
إِذَا
أَرْسَلْت كَلْبَكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللّهِ عَلَيْهِ، فإنْ أمْسَكَ عَلَيْكَ
فأَدْرَكْتَهُ حَيّاً فاذْبحهُ، وَإِنْ أَدْرَكْتهُ قَدْ قَتَلَ وَلَمْ يَأْكُلْ
مِنْهُ فَكُلْهُ، وَإنْ وَجَدْتَ مَعَ كَلْبِكَ كَلْباً غَيْرهُ وَقَد قَتَلَ
فَلاَ تأكُلْ، فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي أَيُهُما قَتَلَهُ
“Apabila kamu lepaskan anjingmu,
maka ucapkanlah bismillah. Jika ia menangkap seekor hewan buruan yg masih hidup
untukmu, maka sembelihlah hewan tersebut. Apabila kamu dapati hewan itu sudah
mati, sementara anjing itu tdk memakannya, maka silahkan makan. Tetapi apabila
kamu dapati ada anjing lain yg ikut membunuh hewan buruan itu, maka jangan kamu
makan, karena kamu tdk tahu anjing mana yg telah membunuh hewan tersebut“.
[Muttafaqun ‘alaihi].
Sebab, ada kemungkinan anjing lain
yg ikut membunuh hewan tersebut tdk dilepas dgn mengucapkan bismillah sehingga
tdk halal dimakan.
sumber :
http://abuhaidar.web.id/546/cara-mencari-rezeki-yang-halal.html
|
“Mencari yg haram saja susah
apalagi cari yg halal”
Ungkapan di atas seolah telah
menjadi legalitas utk mencari harta dgn cara-cara yg tdk halal.
Begitulah sebagian kenyataan yg terjadi di tengah masyarakat. Khususnya, dalam urusan mencari
rezeki, hanya sedikit yg mau peduli dgn rambu-rambu syari’at.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah mengabarkan perilaku semacam ini sebagaimana tersebut dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيَأْتِيَنَّ
عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ
حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Akan datang sesuatu masa pd
umat manusia, mereka tdk lagi peduli dgn cara utk mendapatkan harta, apakah
melalui cara yg halal ataukah dgn cara yg haram“. [HR Bukhari].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga telah menyampaikan ancaman terhadap orang-orang yg memakan harta yg
haram. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Sesungguhnya tdk akan masuk
surga daging yg tumbuh dari harta yg haram. Neraka lbh pantas untuknya“.
[HR Ahmad & Ad Darimi].
Di dalam Al Qur’an, Allah marah
terhadap orang-orang Yahudi, karena sifat mereka yg
suka memakan harta haram. Allah berfirman:
سَمَّاعُونَ
لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
“Mereka itu adl orang-orang yg
suka mendengar berita bohong, (lagi) byk memakan yg haram“. [Al Maidah:42].
Al Qurthubi, dalam tafsirnya
menyebutkan, bahwa salah satu bentuk memakan yg haram adl menerima suap.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sangat menekankan agar umatnya mencari harta yg halal. Pasalnya, ada 2
pertanyaan yg terarah berkaitan dgn harta itu, tentang asal harta &
bagaimana membelanjakannya. Dalam hadits Abu Barzah Al Aslami Radhiyallahu
‘anhu, beliau bersabda:
لَا
تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ
عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ
أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا وَضَعَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيهِ
“Tidak akan bergeser tapak kaki
seorang hamba pd hari Kiamat, sampai ia ditanya tentang 4 perkara. (Yaitu):
tentang umurnya utk apa ia habiskan, tentang jasadnya utk apa ia gunakan,
tentang hartanya darimana ia mendapatkannya & kemanakah ia meletakkannya,
& tentang ilmunya, apakah yg telah ia amalkan“. [HR At Tirmidzi &
Ad Darimi].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menjelaskan kpd kita dalam byk hadits, urgensi mencari rezeki yg
halal ini. Dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda (artinya): Tidak ada satu pun
amalan yg mendekatkan kalian ke surga, melainkan telah aku perintahkan kalian
kepadanya. Dan tdk ada satu pun amalan yg mendekatkan kalian ke neraka,
melainkan aku telah melarang kalian darinya. Janganlah kalian menganggap rezeki
kalian terhambat. Sesungguhnya, Malaikat Jibril telah mewahyukan ke dalam hati
sanubariku, bahwa tdk ada seorang pun meninggalkan dunia ini, melainkan setelah
sempurna rezekinya. Bertakwalah kamu kpd Allah, wahai sekalian manusia. Carilah
rezeki dgn cara yg baik. Jika ada yg merasa rezekinya terhambat, maka janganlah
ia mencari rezki dgn berbuat maksiat, karena karunia Allah tidaklah di dpt dgn
perbuatan maksiat. [HR Al Hakim & selainnya].
Demikian pula hadits Jabir
Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda:
لاَ
تَسْتَبْطِئُوْاالرِّزْقَ, فَإِنَّهُ لَنْ يَمُوْتَ العَبْدُ حَتَّى يَبْلُغَ
آخِرَ رِزْقٍ هُوَ لَهُ, فَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ, أَخْذِ الحَلاَلِ وَ تَرْكِ
الحَرَامِ
“Janganlah menganggap rezki
kalian lambat turun. Sesungguhnya, tdk ada seorang pun meninggalkan dunia ini,
melainkan setelah sempurna rezkinya. Carilah rezki dgn cara yg baik (dengan)
mengambil yg halal & meninggalkan perkara yg haram“.
Hadits-hadits di atas memerintahkan
kita agar memeriksa setiap rezeki yg telah kita peroleh. Kita harus
bersiap diri dgn 2 pertanyaan, darimana harta itu diperoleh & kemana
dibelanjakan? Oleh karena itu, kita mesti mengambil yg halal &
menyingkirkan yg haram. Bahkan harta yg mengandung syubhat, hendaknya juga kita
jauhi.
Dalam sebuah hadits dari An Nu’man
bin Basyir Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah menyatakan:
إِنَّ
الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا
يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ
لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ
“Sesungguhnya yg halal itu jelas
& yg haram juga jelas. Diantara keduanya ada perkara-perkara syubhat yg tdk
diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yg menjaga diri dari
perkara syubhat, berarti ia telah menyelamatkan agama & kehormatannya. Dan
barangsiapa terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia akan terjerumus kpd
perkara haram“. [Muttafaqun ‘alaihi].
Rasulullah Shalallalhu ‘alaihi wa
sallam & para sahabat telah mencontohkan prinsip penting tersebut secara
langsung. Betapa ketatnya mereka dalam memperhatikan urusan rezeki ini. Mereka
selalu memastikan dgn sungguh-sungguh, apakah rezeki yg mereka peroleh itu
halal lagi baik, ataukah haram.
Dalam sebuah hadits dari Anas bin
Malik Radhiayallahu ‘anhu diceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mendapat kurma di jalan. Maka Beliau bersabda:
لَوْلَا
أَنْ تَكُونَ مِنْ صَدَقَةٍ لَأَكَلْتُهَا
“Andaikata saya tdk khawatir
kurma itu dari harta sedekah, niscaya saya makan“. [Muttafaqun ‘alaihi]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah, bahwa Beliau Shallallahu ‘alaiohi wa sallam
bersabda:
إِنِّي
لَأَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِي فَأَجِدُ التَّمْرَةَ سَاقِطَةً عَلَى فِرَاشِي
فَأَرْفَعُهَا لِآكُلَهَا ثُمَّ أَخْشَى أَنْ تَكُونَ صَدَقَةً فَأُلْقِيهَا
“Saat aku pulang ke rumah, aku
dapati sebutir kurma jatuh di atas tempat tidurku. Kemudian kurma itu kuambil
utk kumakan. Namun aku khawatir kurma itu adl kurma sedekah (zakat), maka aku pun membuangnya.
Masih dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu , ia berkata: Al Hasan bin Ali Radhiyallahu ‘anhum mengambil sebiji kurma
dari harta zakat, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: “Cih, cih!” yaitu mengeluarkan & membuangnya.
Kemudian Beliau berkata:
أَمَا
شَعَرْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ
“Tidakkah engkau tahu bahwa kita
tdk boleh memakan harta zakat?“.
Diriwayatkan dari Abul Hauraa’,
bahwa ia bertanya kpd Al Hasan Radhiyallahu ‘anhuma : “Adakah sesuatu yg engkau
ingat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Al Hasan menjawab,”Aku
masih ingat, (yaitu) ketika aku mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu
aku masukkan ke dalam mulutku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengeluarkan kurma itu beserta saripatinya, lalu mengembalikannya ke tempat
semula. Ada yg berkata: ‘Wahai, Rasulullah. Tidaklah mengapa kurma itu dimakan
oleh bocah kecil ini?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
‘Sesungguhnya, keluarga Muhammad tdk halal memakan harta zakat’.”
Ini merupakan sikap wara’,
menghindari sesuatu yg masih meragukan statusnya. Dan coba lihat, bagaimana
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendidik cucu Beliau, Al Hasan agar
tdk memakan dari harta yg haram. Begitu pula para sahabat.
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bercerita,
bahwa Abu Bakar memiliki budak yg ditugaskan harus membawa bekal untuknya
setiap hari. Dan Abu Bakar selalu makan dari bekal itu. Pada sesuatu hari,
budak itu datang membawa makanan. Maka Abu Bakar menyantapnya. Kemudian budak
itu bertanya: “Tahukah tuan, darimana makanan itu?” Abu Bakar
balik bertanya,”Mengapa?” Budak itu berkata,”Pada masa jahiliyah dahulu, aku
pernah berlagak menjadi dukun utk mengobati seseorang, padahal aku tdk mengerti
perdukunan, hanya semata-mata utk menipunya. Lalu ia bertemu lagi denganku
& memberiku makanan yg engkau makan itu,” Maka spontan Abu Bakar memasukkan
jarinya ke dalam mulut & mengorek-ngoreknya sehingga memuntahkan semua isi
perutnya”. [HR Bukhari].
Syariat juga memperhatikan hal-hal
semacam ini, yaitu anjuran meninggalkan sesuatu yg masih diragukan status
kehalalannya demi menjaga diri dari perkara haram.
Diriwayatkan dari ‘Adi bin Hatim
Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda kepadaku:
إِذَا
أَرْسَلْت كَلْبَكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللّهِ عَلَيْهِ، فإنْ أمْسَكَ عَلَيْكَ
فأَدْرَكْتَهُ حَيّاً فاذْبحهُ، وَإِنْ أَدْرَكْتهُ قَدْ قَتَلَ وَلَمْ يَأْكُلْ
مِنْهُ فَكُلْهُ، وَإنْ وَجَدْتَ مَعَ كَلْبِكَ كَلْباً غَيْرهُ وَقَد قَتَلَ
فَلاَ تأكُلْ، فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي أَيُهُما قَتَلَهُ
“Apabila kamu lepaskan anjingmu,
maka ucapkanlah bismillah. Jika ia menangkap seekor hewan buruan yg masih hidup
untukmu, maka sembelihlah hewan tersebut. Apabila kamu dapati hewan itu sudah
mati, sementara anjing itu tdk memakannya, maka silahkan makan. Tetapi apabila
kamu dapati ada anjing lain yg ikut membunuh hewan buruan itu, maka jangan kamu
makan, karena kamu tdk tahu anjing mana yg telah membunuh hewan tersebut“.
[Muttafaqun ‘alaihi].
Sebab, ada kemungkinan anjing lain
yg ikut membunuh hewan tersebut tdk dilepas dgn mengucapkan bismillah sehingga
tdk halal dimakan.
sumber :
http://abuhaidar.web.id/546/cara-mencari-rezeki-yang-halal.htm
|
“Mencari yg haram saja susah
apalagi cari yg halal”
Ungkapan di atas seolah telah
menjadi legalitas utk mencari harta dgn cara-cara yg tdk halal.
Begitulah sebagian kenyataan yg terjadi di tengah masyarakat. Khususnya, dalam urusan mencari
rezeki, hanya sedikit yg mau peduli dgn rambu-rambu syari’at.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah mengabarkan perilaku semacam ini sebagaimana tersebut dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيَأْتِيَنَّ
عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ
حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Akan datang sesuatu masa pd
umat manusia, mereka tdk lagi peduli dgn cara utk mendapatkan harta, apakah
melalui cara yg halal ataukah dgn cara yg haram“. [HR Bukhari].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga telah menyampaikan ancaman terhadap orang-orang yg memakan harta yg
haram. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Sesungguhnya tdk akan masuk
surga daging yg tumbuh dari harta yg haram. Neraka lbh pantas untuknya“.
[HR Ahmad & Ad Darimi].
Di dalam Al Qur’an, Allah marah
terhadap orang-orang Yahudi, karena sifat mereka yg
suka memakan harta haram. Allah berfirman:
سَمَّاعُونَ
لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
“Mereka itu adl orang-orang yg
suka mendengar berita bohong, (lagi) byk memakan yg haram“. [Al Maidah:42].
Al Qurthubi, dalam tafsirnya
menyebutkan, bahwa salah satu bentuk memakan yg haram adl menerima suap.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sangat menekankan agar umatnya mencari harta yg halal. Pasalnya, ada 2
pertanyaan yg terarah berkaitan dgn harta itu, tentang asal harta &
bagaimana membelanjakannya. Dalam hadits Abu Barzah Al Aslami Radhiyallahu
‘anhu, beliau bersabda:
لَا
تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ
عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ
أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا وَضَعَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيهِ
“Tidak akan bergeser tapak kaki
seorang hamba pd hari Kiamat, sampai ia ditanya tentang 4 perkara. (Yaitu):
tentang umurnya utk apa ia habiskan, tentang jasadnya utk apa ia gunakan,
tentang hartanya darimana ia mendapatkannya & kemanakah ia meletakkannya,
& tentang ilmunya, apakah yg telah ia amalkan“. [HR At Tirmidzi &
Ad Darimi].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menjelaskan kpd kita dalam byk hadits, urgensi mencari rezeki yg
halal ini. Dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda (artinya): Tidak ada satu pun
amalan yg mendekatkan kalian ke surga, melainkan telah aku perintahkan kalian
kepadanya. Dan tdk ada satu pun amalan yg mendekatkan kalian ke neraka,
melainkan aku telah melarang kalian darinya. Janganlah kalian menganggap rezeki
kalian terhambat. Sesungguhnya, Malaikat Jibril telah mewahyukan ke dalam hati
sanubariku, bahwa tdk ada seorang pun meninggalkan dunia ini, melainkan setelah
sempurna rezekinya. Bertakwalah kamu kpd Allah, wahai sekalian manusia. Carilah
rezeki dgn cara yg baik. Jika ada yg merasa rezekinya terhambat, maka janganlah
ia mencari rezki dgn berbuat maksiat, karena karunia Allah tidaklah di dpt dgn
perbuatan maksiat. [HR Al Hakim & selainnya].
Demikian pula hadits Jabir
Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda:
لاَ
تَسْتَبْطِئُوْاالرِّزْقَ, فَإِنَّهُ لَنْ يَمُوْتَ العَبْدُ حَتَّى يَبْلُغَ
آخِرَ رِزْقٍ هُوَ لَهُ, فَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ, أَخْذِ الحَلاَلِ وَ تَرْكِ
الحَرَامِ
“Janganlah menganggap rezki
kalian lambat turun. Sesungguhnya, tdk ada seorang pun meninggalkan dunia ini,
melainkan setelah sempurna rezkinya. Carilah rezki dgn cara yg baik (dengan)
mengambil yg halal & meninggalkan perkara yg haram“.
Hadits-hadits di atas memerintahkan
kita agar memeriksa setiap rezeki yg telah kita peroleh. Kita harus
bersiap diri dgn 2 pertanyaan, darimana harta itu diperoleh & kemana
dibelanjakan? Oleh karena itu, kita mesti mengambil yg halal &
menyingkirkan yg haram. Bahkan harta yg mengandung syubhat, hendaknya juga kita
jauhi.
Dalam sebuah hadits dari An Nu’man
bin Basyir Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah menyatakan:
إِنَّ
الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا
يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ
لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ
“Sesungguhnya yg halal itu jelas
& yg haram juga jelas. Diantara keduanya ada perkara-perkara syubhat yg tdk
diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yg menjaga diri dari
perkara syubhat, berarti ia telah menyelamatkan agama & kehormatannya. Dan
barangsiapa terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia akan terjerumus kpd
perkara haram“. [Muttafaqun ‘alaihi].
Rasulullah Shalallalhu ‘alaihi wa
sallam & para sahabat telah mencontohkan prinsip penting tersebut secara
langsung. Betapa ketatnya mereka dalam memperhatikan urusan rezeki ini. Mereka
selalu memastikan dgn sungguh-sungguh, apakah rezeki yg mereka peroleh itu
halal lagi baik, ataukah haram.
Dalam sebuah hadits dari Anas bin
Malik Radhiayallahu ‘anhu diceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mendapat kurma di jalan. Maka Beliau bersabda:
لَوْلَا
أَنْ تَكُونَ مِنْ صَدَقَةٍ لَأَكَلْتُهَا
“Andaikata saya tdk khawatir
kurma itu dari harta sedekah, niscaya saya makan“. [Muttafaqun ‘alaihi]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah, bahwa Beliau Shallallahu ‘alaiohi wa sallam
bersabda:
إِنِّي
لَأَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِي فَأَجِدُ التَّمْرَةَ سَاقِطَةً عَلَى فِرَاشِي
فَأَرْفَعُهَا لِآكُلَهَا ثُمَّ أَخْشَى أَنْ تَكُونَ صَدَقَةً فَأُلْقِيهَا
“Saat aku pulang ke rumah, aku
dapati sebutir kurma jatuh di atas tempat tidurku. Kemudian kurma itu kuambil
utk kumakan. Namun aku khawatir kurma itu adl kurma sedekah (zakat), maka aku pun membuangnya.
Masih dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu , ia berkata: Al Hasan bin Ali Radhiyallahu ‘anhum mengambil sebiji kurma
dari harta zakat, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: “Cih, cih!” yaitu mengeluarkan & membuangnya.
Kemudian Beliau berkata:
أَمَا
شَعَرْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ
“Tidakkah engkau tahu bahwa kita
tdk boleh memakan harta zakat?“.
Diriwayatkan dari Abul Hauraa’,
bahwa ia bertanya kpd Al Hasan Radhiyallahu ‘anhuma : “Adakah sesuatu yg engkau
ingat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Al Hasan menjawab,”Aku
masih ingat, (yaitu) ketika aku mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu
aku masukkan ke dalam mulutku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengeluarkan kurma itu beserta saripatinya, lalu mengembalikannya ke tempat
semula. Ada yg berkata: ‘Wahai, Rasulullah. Tidaklah mengapa kurma itu dimakan
oleh bocah kecil ini?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
‘Sesungguhnya, keluarga Muhammad tdk halal memakan harta zakat’.”
Ini merupakan sikap wara’,
menghindari sesuatu yg masih meragukan statusnya. Dan coba lihat, bagaimana
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendidik cucu Beliau, Al Hasan agar
tdk memakan dari harta yg haram. Begitu pula para sahabat.
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bercerita,
bahwa Abu Bakar memiliki budak yg ditugaskan harus membawa bekal untuknya
setiap hari. Dan Abu Bakar selalu makan dari bekal itu. Pada sesuatu hari,
budak itu datang membawa makanan. Maka Abu Bakar menyantapnya. Kemudian budak
itu bertanya: “Tahukah tuan, darimana makanan itu?” Abu Bakar
balik bertanya,”Mengapa?” Budak itu berkata,”Pada masa jahiliyah dahulu, aku
pernah berlagak menjadi dukun utk mengobati seseorang, padahal aku tdk mengerti
perdukunan, hanya semata-mata utk menipunya. Lalu ia bertemu lagi denganku
& memberiku makanan yg engkau makan itu,” Maka spontan Abu Bakar memasukkan
jarinya ke dalam mulut & mengorek-ngoreknya sehingga memuntahkan semua isi
perutnya”. [HR Bukhari].
Syariat juga memperhatikan hal-hal
semacam ini, yaitu anjuran meninggalkan sesuatu yg masih diragukan status
kehalalannya demi menjaga diri dari perkara haram.
Diriwayatkan dari ‘Adi bin Hatim
Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda kepadaku:
إِذَا
أَرْسَلْت كَلْبَكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللّهِ عَلَيْهِ، فإنْ أمْسَكَ عَلَيْكَ
فأَدْرَكْتَهُ حَيّاً فاذْبحهُ، وَإِنْ أَدْرَكْتهُ قَدْ قَتَلَ وَلَمْ يَأْكُلْ
مِنْهُ فَكُلْهُ، وَإنْ وَجَدْتَ مَعَ كَلْبِكَ كَلْباً غَيْرهُ وَقَد قَتَلَ
فَلاَ تأكُلْ، فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي أَيُهُما قَتَلَهُ
“Apabila kamu lepaskan anjingmu,
maka ucapkanlah bismillah. Jika ia menangkap seekor hewan buruan yg masih hidup
untukmu, maka sembelihlah hewan tersebut. Apabila kamu dapati hewan itu sudah
mati, sementara anjing itu tdk memakannya, maka silahkan makan. Tetapi apabila
kamu dapati ada anjing lain yg ikut membunuh hewan buruan itu, maka jangan kamu
makan, karena kamu tdk tahu anjing mana yg telah membunuh hewan tersebut“.
[Muttafaqun ‘alaihi].
Sebab, ada kemungkinan anjing lain
yg ikut membunuh hewan tersebut tdk dilepas dgn mengucapkan bismillah sehingga
tdk halal dimakan.
sumber :
http://abuhaidar.web.id/546/cara-mencari-rezeki-yang-halal.htm